Monday 29 October 2018

Sebuah Masa



Diheningkannya sesaat in(i)
Dengan beberapa masa yang terput(us)
Menghela beberapa cabang rasa dir(i)
Menjadikan penggalan yang membi(us)

Membuat yang ada menjadi semakin dal(am)
Pun rasa ingin yang semakin ing(in)
Menumbuhkan kembali di sisa mal(am)
Tanpa peduli dengan guratan yang semakin ding(in)

Selanjutnya apa?, Jadi kenapa yang la(in)
Mendera ribuan rasa jadi pes(an)
Seberapa yakinmu seperti yang aku yak(in)
Jelas ini bukan sandiwara kes(an)

Sudah terlalu dalam ini terhemp(as)
Membinarkan dua pasang mata yang saling bertat(ap)
Menyusuri relung berdua agar tidak lep(as)
Hingga nanti... saat sudah si(ap)

Thursday 18 October 2018

Saat yang terjeda



Sadarkah kamu tercabiknya alam bawah sadarku menembus batas kekhawatiran ketika ada saat yang terjeda, entah kamu dimana dan sedang apa tanpa ada kabar. Ada yang aneh dan tidak wajar, menunggu detik detik yang bermain detak tanpa merasa bersalah, lagi dan lagi, membiarkan inti jantung sesak dipenuhi tanya. Paham sih, hanya keping yang tidak ada arti, dengan rentang cerita yang membilur dalam cerita cerita yang lain, dan pastinya kalah seru dan asik. Mengubah penantian menjadi bentuk yang lain, bermain saja ular tangga yang membodohiku sejak SD. Sekejap naik dan turun secara liar, yang jadi pertanyaan abadi, seberapa besar prosentase pemain selalu naik tanpa turun dan selesai dalam sekejap. Adakah kiat khusus untuk menyelesaikan hal ini dalam hitungan jari tangan? Seperti pelarian dalam lamunan saat menanti? Sejenak tersenyum dan tiba-tiba menjadi sepi saat tiada. Lukisan yang telah merubah sudut pandang, terlanjur terbuka dan semakin sulit terpungkiri, dan menjadi bagian yang terbayang. Kembali membuat aku jadi makhluk nokturnal yang menyukai senyap dan indahnya malam, walaupun tanpa segelas kopi dan berbatang-batang pembawa mati itu. Pergi saja mencari beberapa bongkah putih bertekstur aneh tergantung tangan pembuatnya saat menuju genangan air panas, berharap panas dan kenyalnya menutup beberapa rongga yang sedikit kosong sebelum benar-benar menjadi rasa lapar yang mengerikan. .

Tuesday 16 October 2018

Semua tak pernah sama


Sapaan menerpa yang mengecup ujung hari, mengaburkan pemahaman tentang sentuhan

Hangat pelukmu dalam sinaran, begitu rentan dan tak mampu membalikkan titik nadir

Seperti yang dulu, sungguh lekatkan ingin akan angan, walau berlalu

Mungkin terbuai, terjebak dalam arah yang tak tentu dan terlena sebegitu jauh

Tertegun.... mestinya tidak sejahanam terpanya memporakkan kisah kisah

Tajam sengat yang sangat, memperkosa bimbang bergulir

Sunday 14 October 2018

Menggapai sepi


Mempertanyakan beberapa unsur yang terbengkalai di ujung ruang seduh

Menggapainya dengan beberapa lirik agar berujung indah

Seperti saat aku menulis hal yang sama dengan tinta rindu

Semakin dingin saja malam yang belum selesai ini, masih berdiri di atas liku, dengan kejap yang belum berkelip

Aku disini sendiri, sepi, yang entah, hingga dienyahkan nanti

Mengembara bersama rasa yang mewarnai, tersirat untuk nanti menemani, jika memang itu yang terindah.


Friday 12 October 2018

Bermain rasa


Membuncah dalam di(ri)

Menyadari rasa itu saat dia kema(ri)

Membuat angan dalam ha(ri)

Membawa itu semakin tak terpungki(ri)


Petricor, kenapa masih sembu(nyi)

Aku sedikit lelah saat su(nyi)

Pun sadar masih ditemani berbagai bu(nyi)

Bisikan bisikan hari yang sedang meny(nyi)


Ditemani angan yang masih tersemay(am)

Dari sisa sisa tatapan semal(am)

Apakah memang ini semakin dal(am)?

Dan membuatku ikut tenggel(am)


Semedera rindu bermain ma(in)

Atas beberapa hal yang aku yak(in)

Menitipkan beberapa kata bersama ang(in)

Yang berhembus ding(in)


Dering yang mengawali


Pagi yang terguncang sebuah dering, membalikkan aku dari titik nyaman yang belum juga menjadi jenuh

Sedetik membuncah, mungkin lebih, atas beberapa tafsir tatapan semalam yang pernah jadi tanya

Membuat peluh menjadi jauh dari bayangan akan petricor, yang dilamunkan beberapa ketika

Terpaksa tetap menapak dalam hentakan, pun cucurnya tak terelakkan lagi, ini serah atau jauh?

Penuhi saja permintaan elang biru ini, memupuskan janji hingga terpecahkan yang masih tersemayam

Bermain harap segera kembali ke samudera kapuk, meneruskan mimpi yang belum usai


Tuesday 9 October 2018

Yang ada



Karena hidup bukan sebuah tawar menawar

Seperti saat terlahir dalam telanjang

Berputar saja, berbicara tentang apa yang ada dan tiada

Menjelmakan beberapa bentuk yang lain dalam sebuah acuan, entah yang mana, jikapun itu ada, dan mau

Seperti saat pelacur malam hengkang, pulang perginya pejuang jalanan, sampai tumbuhnya sebuah kuncup di balik tetesan embun dinihari yang mengawali senyum ujung akhir sebuah malam

Terbuai dalam khayalan, melihat lukisan saat melamun, tergoda untuk menyentuhnya sebelum lentera penjaga opera menghampiri

Resah itu apa? 

Apalagi saat tenggelam dalam labirin yang masih terjaga secara biadab

Menyertai bifurkasi tanpa lampu merah, entah harus kemana

Tak berdaya menahan, melepas damba, lelah terikat dalam kalbu yang meronta ronta, meregang di eksotisnya malam 

Friday 5 October 2018

Terkaan senja



Saharjo 2018

Kira2 berapa orang sih yang kurang kerjaan menyisihkan sebagian otak kirinya untuk berpikir aneh seperti ini? Melihat jutaan manusia berseliweran dengan isi otaknya masing2. Mencoba membayangkan dia yang sedang diam di atas kursi beton halte saharjo, sedikit2 membuka tas dan berkasnya, sekejap dimasukkan kembali dan dibaca lagi, seperti anak SD yang besok akan ulangan saja. Ada juga dia yang barusan menepi di depan visi resto, yang kurang kerjaan meributkan beberapa helai rambutnya yang terbuai angin, sedangkan dia tahu sebentar lagi harus meneruskan perjalanan, dengan motor yang sama dan angin yang sama, batas kewarasan di ujung tanduk. Ada juga hal yang membuat miris, saat ada sepasang kekasih (mungkin) yang sejenak menepi dan membuat aku kaget dengan adanya kata2 "dasar pelacur", dan berlanjut dengan permainan saling tampar yang terpaksa harus aku tengahi supaya tdk membuat macet berkepanjangan. Lima menit kemudian kosong, berjalan wajar, dan otak isengku sesekali bertanya, dia sedang apa ya disana? Apa dia masih bermain kertas dan corat coret? Lamunan terpaksa dipotong bapak bapak yang bertanya "bang, kalau gang satria 1 sebelah mana ya?" Spontan aku jawab itu disebelah gang satria 2 pak, dan dia mengucapkan terima kasih lalu pergi. Ini siapa yang gila? Sedangkan aku tidak tahu itu dimana.

Pendakian Gunung Lemongan

  Kali ini saya mendaki Gunung Lemongan yang berada di dua kabupaten yaitu Lumajang dan Probolinggo. Saya mengambil jalur Klakah - Lumajang ...