Tuesday 28 July 2020

Ada apa di Pekalongan


Pekalongan adalah sebuah kota di Jawa Tengah yang berada di pesisir pantai utara Pulau Jawa. Berada di antara Pemalang dan Batang. Kota yang berada di jalur utama transportasi Pulau Jawa, menjadikan kota ini juga menjadi tempat transit. Di kenal dengan Batik Pekalongannya, sehingga disini kita bisa mencari berbagai macam jenis produk dengan bahan baku kain batik. Sangat banyak tempat yang bisa dikunjungi jika ingin mencari Batik Pekalongan ini, diantaranya ada night market yang memang dikembangkan sebagai pusat tempat penjualan Batik .Jika ingin melihat perkembangan kain batik dari masa ke masa, kalian juga dapat mengunjungi musium batik yang berada di pusat kota (diperhatikan jam buka dan jam tutupnya ya)



Untuk urusan makanan, ada beberapa jenis makanan yang menarik untuk dicoba di kota ini, diantaranya ada lesehan megono dengan menu nasi, megono, pepes ikan, pepes tahu, dll. Bagi yang suka swike juga ada banyak tempat yang menyajikannya, dengan pilihan jenis masakan tauco, tongseng, goreng tepung. Ada juga soto ayam atau soto daging dengan tambagan taoto. Untuk teh poci, pastinya udah jadi minuman khas di pesisir ini dari mulai Brebes sampai dengan Batang. Coba deh ke Jalan Sultan Agung di malam hari, dari ujung ke ujung akan banyak ditemukan berbagai jenis makanan, meski tidak hanya di jalan ini lo ya.



Ahhhh Pantai. Bicara tentang pantai di Pekalongan, waktu yang paling tepat adalah di pagi hari. Kalian bisa menikmati pemandangan terbitnya matahari dengan indah disini sambil menikmati sarapan pagi atau olah raga. Bagi yang ingin sarapan, di sepanjang pantai banyak pedagang yang menjajakan ikan bakar, sop ikan, peyek udang, kelapa muda, bubur ayam, pisang goreng, mendoan, soto, cilok, bakso, mie, dll.




Wednesday 22 July 2020

Sekilas ISO 19650



ISO 19650 itu apa sih?


ISO 19650 adalah internasional standar terkait pengelolaaan informasi dari hulu ke hilir sebuah proyek/pekerjaan yang menggunakan Building Information Modelling (BIM). Standar ini mengacu persyaratan BIM Level 2 dan sudah sesuai dengan UK 1192 standards  BS 1192:2007 + A2:2016 dan PAS 1192-2:2013
.
BIM Level 2, merupakan suatu level dimana 3D Model BIM sudah digunakan secara penuh, dan tidak ada penggunaan kertas (paper based). Kolaborasi sudah menggunakan file based dan sudah memiliki penyimpanan berbasis cloud untuk menyimpan file model dan librarynya, baik sekedar untuk penyimpanan maupun kolaborasi.. Pada level ini yang menggunakan BIM bukan hanya dari kontraktor tetapi seluruh pihak, mulai dari konsultan sampai dengan owner.

ISO 19650 ini dikembangkan menyesuaikan dengan perkembangan BIM yang sudah mendapat pengakuan di dunia konstruksi, dimana pemilik dan pengelola asset sangat merasakan keuntungan dari aplikasi BIM. Pengembangan  ISO 19650 juga sudah disesuaikan dengan ISO 9001 tentang Manajemen Mutu dan ISO 55000 tentang Manajemen Aset. ISO 19650 meliputi BEP (BIM execution plan), MIDP/TIDP (master/task information delivery plan), PIM/AIM (project/asset information model), OIR (organisational information requirements), AIR (asset information requirements), EIR (employer’s information requirements), dan PIR (projects information requirements.


ISO 19650 terdiri dari apa saja?

BS EN ISO 19650-1: Organization and digitization of information about buildings and civil engineering works, including building information modelling -- Information management using building information modelling: Concepts and principles.
BS EN ISO 19650-2: Organization and digitization of information about buildings and civil engineering works, including building information modelling -- Information management using building information modelling: Delivery phase of the assets.
BS EN ISO 19650-5:2020: Organization and digitization of information about buildings and civil engineering works, including building information modelling (BIM). Information management using building information modelling. Security-minded approach to information management.

Kapan ISO 19650 ini mulai diterapkan?

Draft ISO dengan judul Organization of information about construction works - Information management using building information modelling” mulai di terbitkan untuk mendapat masukan pada Februari 2017 sampai Mei 2017, dan difinalkan pada akhir 2018.

Sekilas Manajemen Risiko ISO 31000 : 2018


“Risiko adalah ketidakpastian yang berdampak pada sasaran”

“Dampak adalah penyimpangan dari tujuan yang sudah ditetapkan”

“Menciptakan dan melindungi nilai, menjadi tujuan dari penerapan manajemen risiko”

“Menajemen risiko adalah bagian dari proses organisasi”

“Manajemen risiko adalah bagian dari pengambilan keputusan”

“Manajemen risiko meningkatkan kinerja, mendorong  inovasi dan mendukung pencapaian sasaran”

Pada Februari 2018, International Organization for Standarization menerbitkan International Standard ISO 31000 : 2018 Risk ManagementGuidelines sebagai revisi terhadap standar terdahulu ISO 31000 : 2009 Risk ManagementPrinciple and Guidelines.

Apa sih bedanya? Kurang lebihnya perubahan utama yang ada antara ISO 31000 : 2018 dibandingkan dengan ISO 31000 : 2009 adalah : (1) mengkaji prinsip manajemen risiko yang merupakan kriteria kunci untuk keberhasilan penerapan manajemen risiko; (2) menyoroti pentingnya peran kepemimpinan dalam manajemen dan pentingnya integrasi manajemen risiko; (3) memberikan bobot lebih pada sifat iteratif manajemen risiko; dan (4) merampingkan isi standar.

Setiap organisasi pasti menghadapi faktor – faktor  yang tidak pasti dalam bentuk peluang dan ancaman dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Ketidakpastian ini akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Peluang dan ancaman tadi dikenal sebagai risiko yang harus dikelola agar tujuan tercapai. Proses pengelolaan risiko yang berulang akan membantu organisasi untuk menetapkan strategi, mencapai sasaran dan mengambil keputusan dengan pertimbangan yang baik. Sasaran yang baik adalah sasaran yang mempunyai pengertian yang jelas, terukur, langkahnya jelas sehingga bisa dievaluasi, sesuai dengan tujuan organisasi dan ada batasan waktunya.

ISO 31000 : 2018 ini menekankan kembali tentang : (1) tujuan dari pengelolaan risiko adalah penciptaan nilai dan perlindungan nilai; (2) pengelolaan risiko adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan dan tata kelola organisasi; (3) pengelolaan risiko harus disesuaikan dengan penerapannya (baik eksternal dan internal), sesuai dengan kebutuhan; dan (4) pengelolaan risiko harus mempertimbangkan faktor perilaku manusia dan budaya.

Nah, ada yang sudah tahu bedanya masalah dan risiko? Masalah adalah peristiwa berisiko yang SUDAH TERJADI dan biasanya berdampak negatif. Penanganannya adalah dengan tindakan perbaikan. Sedangkan risiko BELUM TERJADI dan merupakan potensi masalah di masa depan. Tindakan penanganannya adalah dengan menerapkan manajemen risiko, melalui mitigasi kemungkinan terjadinya atau mitigasi kemungkinan dampak yang sudah terjadi. Secara sederhana manajemen risiko dilakukan dengan penentuan sasaran, melihat atau memperkirakan peristiwa apa saja yang dapat mengganggu pencapaian sasaran, memperkirakan peristiwa mana saja yang paling urgent, melakukan tindakan untuk mengatasi kemungkinan dan dampak terjadinya kondisi urgent tadi, memeriksa apakah tindakan yang sudah dilakukan itu berhasil atau tidak, dan memeriksa apakah terjadi perubahan. Proses perubahan pada tingkat individu secara sederhana dapat digambarkan dengan tahapan tahu, sadar, mau dan mampu.

Budaya sadar risiko (risk attitude, risk behaviour, risk culture) perlu dikembangkan dalam sebuah organisasi sehingga dalam melakukan pengelolaan risiko secara bersama – sama.  Jangan lupa juga melakukan evaluasi untuk memastikan efektifitas kerangka kerja manajemen risiko dengan melakukan pemantauan, kajian dan asesmen.


Sunday 19 July 2020

Seni Dalam Balutan Jemari



Siapa yang belum mengerti apa arti seni?

Ingin rasanya membahasnya secara teori, paling tidak merangkum beberapa dari sekian banyak teori tentang seni yang bertebaran di dunia maya.Tapi bukankah seni juga tentang sebuah kebebasan? Saya lebih suka menyebut dan mengartikan seni secara bebas dari sudut pandang saya saja supaya tidak menjadi jenuh dengan kalimat dalam tinjauan pustaka.

Seni bagi saya adalah =

Tentang diri sendiri (aku)
Tentang sebuah aktualisasi
Tentang imajinasi
Tentang lamunan yang dimuntahkan
Tentang kebebasan
Tentang kebahagian
Tentang dirinya (pihak ketiga)
Tentang diriNya (Sang Pencipta)
Tentang keikhlasan
Tentang keyakinan
Tentang semangat berkembang

Bagaimana dengan Seni Lukis? Tentunya hal-hal tersebut di atas yang dituangkan dalam balutan jemari. Jemari yang bebas dan liar dalam membuat sebuah tentang dan tentang-tentang yang lain ke dalam sebuah media (bisa apa saja), seperti contoh dalam hal ini yang dibuat oleh @nimashitart dalam https://instagram.com/nimashitart?igshid=tii0liogpj7a 



Bicara tentang seni itu tidak ada yang baik dan tidak baik, tidak ada yang jelek dan bagus, tidak ada yang sempurna dan tidak ada yang kurang, karena indra kita memang diberi kebebasan untuk menilai sebuah karya seni. Seni itu berkembang sesuai dengan kedewasaan sang pelaku, karena semua jiwa dan pola pikirnya akan membentuk karya itu sendiri. Beri saja kebebasan sebuah insan untuk terjun dalam dunia ini, dan dilepas bebas tanpa batasan dan arahan sampai dia menemukan jati dirinya.


Selamat berkarya....






Friday 17 July 2020

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT




Pendahuluan

Secara umum, fungsi Negara menurut Miriam Budiardjo (2008) adalah menyelenggarakan beberapa fungsi minimum, yaitu 1) melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama serta mencegah konflik-konflik yang terjadi di masyarakat; 2) mengusahakan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya; 3) mengupayakan aspek pertahanan serta keamanan guna menjaga serangan dari luar dan rongrongan dari dalam negeri; dan 4) menegakkan keadilan bagi segenap rakyatnya melalui badan-badan pengadilan yang telah ada serta diatur dalam konstitusi negara.

Berdasarkan fungsi Negara di atas, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat merupakan salah satu yang menjadi concern dari penyelenggaraan pemerintahan oleh suatu negara. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembangunan di berbagai bidang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan pembangunan tersebut dikelompokkan dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah, di mana pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan secara lebih luas dapat diartikan sebagai usaha untuk lebih  meningkatkan produktivitas sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, kapital atau modal maupun sumber daya berupa teknologi, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (Todaro, 2000).

Secara umum, pembangunan ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal tersebut disebabkan karena ekonomi merupakan faktor penting di antara urusan Negara lainnya. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan, atau mendorong perubahan-perubahan dan pembaharuan dalam bidang kehidupan lain dari masyarakat. Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga stabilitas harga dengan selalu memperhatikan tingkat inflasi, menjaga keseimbangan neraca pembayaran, perhatian yang cukup terhadap neraca perdagangan, pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata, serta tumbuhnya investasi-investasi dan mengatasi pengangguran.

Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi berbagai permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Salah satu permasalahan yang cukup serius dihadapi Indonesia pada saat ini adalah masalah kemiskinan dan pengangguran. Kesejahteraan merupakan masalah ketenagakerjaan yang pada saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur dan setengah penganggur mengalami peningkatan. Sebaliknya kesejahteraan dan setengah kesejahteraan yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan pengurangan laju pengangguran. Umumnya jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi meningkat sehingga laju kesejahteraan semakin menurun atau berkurang.

Meningkatnya angka kesejahteraan disebabkan karena ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan kesempatan kerja. Adanya kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi) baik secara spasial antara desa, kota maupun secara sektoral. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (1998) yang menjelaskan bahwa terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah/pendapatan yang besar antara desa atau daerah kota mendorong penduduk desa atau daerah datang dan mencari pekerjaan di kota. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat perkapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku dan teknologi tersedia (Tambunan, 2006).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara tersebut. Pembangunan ekonomi mempunyai tujuan tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk mencapai pertumbuhan secara berkesinambungan yang mempunyai tujuan akhir yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2000) tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti meningkatkan kehidupan yang lebih maju dan taraf hidup yang lebih bermutu.

Dengan demikian, pembangunan bidang ekonomi dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sementara itu, sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Pencapaian sasaran yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan direalisasikan melalui penyusunan perencanaan pembangunan. Salah satu perhatian dalam penyusunan perencanaan tersebut dapat dilakukan dengan menggali, mengelola, dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang selanjutnya hasilnya ditujukan untuk kepentingan pembangunan nasional. Ini berarti diperlukan suatu model perencanaan yang dapat mengidentifikasikan atas keunggulan maupun kelemahan dari sektor-sektor ekonomi yang ada di suatu daerah (Tarigan, 2004).

Secara makro, sektor ekonomi dibagi manjadi tiga kelompok besar yang sering disebut sebagai sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier (Badan Pusat Statistik, 2004). Sektor primer merupakan gabungan dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder merupakan gabungan dari sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air dan sektor konstruksi. Sedangkan sektor tersier merupakan gabungan dari sektor perdagangan, pariwisata, hotel, restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Pengelompokan ini berdasarkan input maupun output dari asal terjadinya proses produksi. Disebut sektor primer apabila outputnya berasal langsung dari sektor primer, yang dicakup dalam sektor ini adalah sektor pertambangan dan penggalian. Yang tergolong sektor sekunder adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor bangunan atau konstruksi. Sedangkan sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa dikelompokkan dalam sektor tersier.

Dalam perkembangan pembangunan ekonomi Indonesia terjadi pergeseran. Pada tahun 2000, pangsa sektor primer terus mengalami penurunan dari 27,67 persen menjadi 23,28 persen pada tahun 2004. Pada periode yang sama, pangsa sektor sekunder terhadap PDB justru cenderung mengalami peningkatan dari 33,86 persen pada tahun 2000 menjadi 35,69 persen pada tahun 2004, walaupun pada tahun 2003 sempat mengalami penurunan sebesar 0,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pangsa sektor tersier pada tahun 2000-2004 tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, pada tahun 2000-2001 pangsa sektor ini mengalami penurunan, namun pada tahun 2002-2003 mengalami kenaikan. Pada tahun 2003 pangsa sektor tersier adalah sebesar  41,07 persen, meningkat 1,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan turun 0,03 persen pada tahun 2004 (BPS, 2011).

Selama tahun 2005-2010, sektor yang terlihat cenderung meningkat pangsanya terhadap PDB adalah sektor primer. Pangsa sektor primer pada tahun 2010 adalah sebesar 26,49 persen, meningkat jika dibandingkan tahun 2005 yang memiliki pangsa sebesar 24,27 persen saat itu. Pada tahun 2008-2010 sektor sekunder dan tersier terlihat memiliki pangsa yang relatif mirip terhadap PDB yaitu berkisar antara 35,89 persen sampai 37,62 persen. Namun, secara umum pangsa sektor primer masih tetap berada di bawah pangsa sektor sekunder dan tersier.

Pergeseran masing-masing sektor tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan kondisi kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat disaksikan, fakta kemiskinan dan kesejahteraan juga tidak kunjung terselesaikan. Jumlah penduduk miskin menurut BPS sepuluh tahun terakhir (1996-2008) rata-rata 18,9%. Angka kemiskinan di desa (21,77%) bahkan lebih tinggi dari total rata-rata angka kemiskinan di Indonesia.

Jika kita lihat dari hasil analisis deskriptif di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Indonesia selama tahun 1983-2010. Sejak tahun 1985, peran sektor primer telah digeser oleh sektor tersier, kemudian pada tahun 1993 sektor primer kembali digeser oleh sektor sekunder. Pada tahun 2009 sektor sekunder merupakan sektor yang memiliki peran paling besar terhadap PDB, namun pada tahun 2010 kembali digeser oleh sektor tersier. Sampai tahun 2010 peran sektor primer masih berada di bawah sektor tersier dan sekunder. Hal ini menunjukan bahwa proses transformasi struktur ekonomi Indonesia telah menuju ke arah industrialisasi, dimana peran sektor primer mulai digantikan oleh peran sektor lainnya, terutama sektor sekunder yang mengalami peningkatan kontribusi cukup besar dan signifikan hampir di tiap tahun dibanding sektor lainnya.

Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini diarahkan untuk menemukan hubungan-hubungan antara ekonomi sektor primer, sektor sekunder dan sekotor tersier terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Namun seiring dengan keterbatasan lahan, terjadi pergeseran prioritas pengembangan sektor-sektor ekonomi. Hal tersebut disebabkan karena adanya keyakinan dari stakeholder terutama pemerintah mengenai dampak pengembangan masing-masing sektor terhadap pendapatan suatu daerah, selanjutnya dampaknya pada keadaan kesejahteraan masyarakat.

Berikut ini, penulis mengetengahkan pembahasan mengenai hasil kajian mengenai hubungan sektor primer, sektor sekunder, sektor tersier terhadap pendapatan daerah.

Hasil Penelitian tentang Hubungan Sektor Primer dengan Kesejahteraan Masyarakat

Sektor primer merujuk pada gabungan dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan sektor pertambangan dan penggalian. Secara umum, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan,  hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen. Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen.


Produksi perikanan Indonesia menunjukkan kecenderungan (trend) positif di mana pada tahun 2013 bernilai Rp 291.799.10 milyar dan menyumbang sekitar 2,75% dari total PDB (BPS, 2014). Namun demikian, jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara produsen perikanan lainnya seperti China (17 juta ton/tahun) dan Peru (10,7 juta ton/tahun). Produksi perikanan ini hampir sama dengan negara-negara yang luas lautnya jauh lebih kecil dari Indonesia seperti Jepang (5 juta ton/tahun) dan Chile (4,3 juta ton/tahun). Salah  satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi adalah terjadinya kerusakan ekosistem pesisir dan laut serta maraknya illegal fishing di Perairan laut Indonesia.

Menurut BPPT, dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70% atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 cekungan baru diteliti sebagian, sedangkan 25 cekungan belum terjamah.  Diperkirakan ke 40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui pasti, sebanyak 7,5 miliar barel diantaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89.5 miliar barel berupa kekayaan belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar terdapat di laut dalam. Cadangan minyak bumi di daerah pesisir di Indonesia sampai dengan tahun 2007 telah mencapai 3,99 milliar barel dan yang potensial mencapai 4,41 milliar barrel. Cadangan gas bumi di daerah pesisir secara terbukti telah mencapai 106 TKK dan potensinya mencapai 59 TKK (DESDM, 2007). Selain potensi tersebut berbagai potensi mineral seperti timah, mangan, bauksit, bijih besi, fosfor dan energi terbarukan  yang tersedia di wilayah pesisir dan laut Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal,


Semuel Risal, DB. Paranoan, Suarta Djaja (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambangan batubara berdampak positif terhadap perekonomian sebagaian kecil masyarakat di sekitar perusahaan yaitu memberikan peluang kerja dan peluang usaha seperti warung makan, warung sembako dan usaha kontarakan rumah. Tetapi di sisi lain, pertambangan batubara membawa dampak negatif yang besar. Konflik antara masyarakat dan perusahaan yang dipicu oleh banjir lumpur yang mengalir ke areal pertanian warga, mengakibatkan hasil pertanian menyusut. Sebagian besar lahan pertanian dialihfungsikan sebagai areal pertambangan mengakibatkan sebagian masyarakat kehilangan lahan sebagai sumber kehidupan mereka antar generasi. Pertambangan tidak menjamin kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana yang terjadi di wilayah penelitian. Dampak buruk yang terjadi jauh lebih besar daripada dampak positifnya. Itulah potret kehidupan sosial ekonomi masyarakat pertambangan.


Seperti halnya kegiatan pertanian, kehutanan, dan kelautan, kegiatan pertambangan di samping memberikan keuntungan finansial dan ekonomis yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat luas, kegiatan pertambangan juga dapat berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya alam yang ada di sekitar dimana kegiatan pertambangan itu dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa pada titik tertentu kegiatan pertambangan akan sangat berbahaya tidak saja bagi kualitas sumber daya alam tetapi juga sumber daya manusia yang hidup di daerah kegiatan pertambangan baik secara langsung maupun tidak langsung.


Selain itu, akibat dari tumbuhnya sektor pertambangan, dalam penelitian Moeses dkk (2004) menunjukan bahwa tercemarnya air laut atau air sungai tidak saja disebabkan oleh pertambangan modern dengan alat dan fasilitas yang canggih seperti kasus Teluk Buyat, pertambangan tradisional atau pertambangan rakyat khususnya pertambangan emas juga dapat mengakibatkan tercemarnya SDA oleh merkuri. Akibat dari adanya pertambangan tersebut, kandungan merkuri di teluk Buyat mencapai 0,005 miligram per liter (mg/l). Padahal ambang batas kandungan merkuri dalam air hanya 0,001 mg/lt. Lebih lanjut dia menemukan bahwa kegiatan ini juga dapat memperkeruh air sungai akibat sidementasi limbah tailing tambang emas tradisonal. Saat ini tingkat kekeruhan air sungai tersebut sudah mencapai hampir tiga kali lipat dari ambang batas yang hanya 25 NTU (Nephelometric Turbidity) (Kompas, 24 Juli 2004).


Sementara itu menurut Yusgiantoro (2001), usaha Pertambangan memiliki beberapa karakteristik, yaitu: tidak dapat diperbaharui (non-renewable), mempunyai risiko yang relatif tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lainnya pada umumnya. Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation).


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qomariah (2002) dampak akibat aktivitas pertambangan batubara bukan hanya menimbulkan pencemaran udara yang mengakibatkan penurunan kesehatan saja, melainkan juga timbulnya cekungan besar yang dikelilingi tumpukan tanah bekas galian yang telah bercampur dengan sisa-sisa bahan tambang (tailing). Pada saat musim hujan, cekungan tersebut dialiri air dan berubah menjadi danau. Sisa-sisa bahan tambang mengalir ke sungai-sungai dan menutupi lahan pertanian serta areal perkebunan. Hal ini mengakibatkan hilangnya vegetasi (tanaman) populasi satwa liar dan menurunnya kualitas air. Sementara itu di daerah bagian hilir pasca tambang, rawan terjadinya bencana erosi akibat sedimentasi tanah.


Amiruddin Syam dan Khairina (2002) dalam hasil kajiannya menemukan bahwa: (1) peran penyerapan tenaga kerja antara 1985-1989, didominasi oleh sektor pertanian yang 56,66% dari semua tingkat penyerapan sektor lainnya hanya 5 - 13%, (2) pada periode 1990-1994 terjadi penurunan angka tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 39%, sedangkan sektor industri dan perdagangan cenderung naik; (3) Pada tahun 1995-198 sektor industri memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang disebabkan oleh depresiasi nilai tukar mata uang rupiah.


Hasil Penelitian tentang Hubungan Sektor Sekunder dengan Kesejahteraan Masyarakat



Salah satu masalah yang dihadapi dalam peningkatan ekonomi lokal adalah kurang tersedianya infrastruktur yang memadai, terutama di daerah perdesaan. Kondisi pelayanan infrastruktur sangat penting dalam mendorong laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Sebagai gambaran, di Indonesia kondisi infrastruktur di perdesaaan pada umumnya masih sangat kurang, hal ini terlihat dari sebagian  besar penduduk di desa tertinggal harus menempuh jarak sejauh 6-10 km ke pusat pemasaran (terutama pusat kecamatan), bahkan di desa lainnya penduduk harus menempuh jarak lebih dari 10 km dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Penduduk yang terlayani air minum perpipaan perdesaan masih sangat rendah, selebihnya masih mengambil langsung dari sumber air yang belum terlindungi.


Sementara itu, banyak petani di desa tertinggal memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha (lahan marjinal). Dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan strategi penanganan penyediaan infrastruktur perdesaan yang dapat mendukung terjaminnya peningkatan dan keberlanjutan kegiatan perekonomian di perdesaan (Ikhsan, 2004).


Dengan demikian peran infrastruktur dalam memajukan ekonomi suatu daerah telah teruji dapat mendorong percepatan pembangunan. Hasil penelitian Mesak Iek (2009) menunjukkan bahwa pembangunan berdampak positif dan signifikan terhadap perubahan pendapatan usaha ekonomi masyarakat, serta berdampak sosial lebih besar daripada dampak ekonomi nal ini terbukti dari nilai loading faktor (LF=λ) X-Y1 dan X-Y2 masing – masing sebesar 0,540 untuk manfaat ekonomi dan 0,683 untuk manfaat sosial. Pemerintah perlu mendorong pembangunan di bidang infrastruktur jalan seperti angkutan umum yang lebih mudah dan murah, karena memberikan multiplier effect yang sangat signifikan kepada masyarakat.


Penelitian kualitatif Sundara pandian Vaidyanathan and Vidya Sundar (2013) terhadap perusahaan listrik India menemukan perusahaan listrik India membawa kesejahteraan bagi masyarakat tentu dicapai dalam membawa sebuah trade-off antara tujuan sosial dan ekonomi dari perusahaan sektor publik. Pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pegawai di satu sisi dan masyarakat di sisi yang lain menjadi model unggulan yang dipraktikkan dalam perusahaan ini, yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.


Sementara itu, Adisasmita (2008:13) menunjukkan bahwa pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.


Selanjutnya, Sibarani (2002) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, menyimpulkan bahwa infrastruktur (jalan, listrik, telepon) memberikan pengaruh yang signifikan dan positif pada agregat output yang diwakili oleh variabel pendapatan per kapita. Kontribusi setiap jenis infrastruktur untuk setiap wilayah berbeda. Untuk estimasi dengan data semua provinsi di Indonesia hasil yang diperoleh yaitu elastisitas listrik pada pertumbuhan yaitu 0,06; pendidikan 0,07; investasi 0,01. Variabel jalan dan telepon tidak signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat (IBB) menimbulkan disparitas pendapatan perkapita di masing-masing daerah di Indonesia, terutama antara pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat (IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT), meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi meningkat.



Yanuar (2006) dalam penelitiannya tentang kaitan pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan output menggunakan analisis panel data 26 provinsi dengan model fixed effects menemukan modal fisik (physical capital), infrastruktur jalan, telepon, kesehatan dan pendidikan memberikan pengaruh terhadap output. Hasil dari estimasi semua provinsi dan total seluruh sektor di Indonesia diperoleh elastisitas masing-masing variabel yaitu: listrik -0,00; jalan 0,16; telepon 0,16; kesehatan 0,46; pendidikan 0,18; modal fisik 0,03. Penelitian Prasetyo (2008) yang berjudul “Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia (KBI)” mendapatkan hasil estimasi untuk elastisitas masing-masing variabel yaitu: listrik 0,22; panjang jalan 0,08; stok modal 0,02; dummy OTDA 0,04. Sedangkan untuk variabel air bersih tidak signifikan.


Ridan angun Prasetyo dan Muhammad Firdaus (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa infrastruktur baik listrik, jalan maupun air bersih mempunyai pengaruh yang positif terhadap perekonomian di Indonesia. Listrik mempunyai peranan paling penting dalam proses produksi. Oleh sebab itu kebijakan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dalam menghadapi krisis global sangatlah tepat dan perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.


Fika Novitasari dan Sri Maryati (2012), berdasarkan hasil estimasi parameter, atribut infrastruktur yang paling signifikan mempengaruhi perkembangan wilayah dengan tingkat perkembangan PDRB per kapita rendah adalah perkembangan panjang jalan nasional, hal ini dibuktikan oleh nilai signifikansi atribut perkembangan panjang jalan nasional pada karakteristik perkembangan di wilayah dengan tingkat perkembangan PDRB per kapita rendah dibawah 0,05 dan ada di setiap based reference. Upaya yang dapat dilakukan terhadap faktor-faktor infrastruktur yang signifikan mempengaruhi karakteristik perkembangan wilayah di Indonesia. Seperti di wilayah yang memiliki pertumbuhan PDRB per kapita rendah, maka dapat dilakukan intervensi terhadap pertumbuhan panjang jalan nasional, misalnya dengan menambah insentif untuk pembangunan panjang jalan nasional atau melakukan perbaikan terhadap pembangunan panjang jalan nasional di wilayah dengan tingkat perkembangan PDRB rendah.


Surawijaya (2011) mengenai pengaruh infrastruktur terhadap PDRB dengan studi kasus Jawa Barat, dan menghasilkan bahwa pengaruh infrastruktur belum terlalu besar terhadap ekonomi wilayah Jawa Barat. Selanjutnya, hasil penelitian Permadi Ma’ruf dan Jeluddin Daud (2010) menunjukkan bahwa infrastruktur pekerjaan umum, termasuk infrastruktur jalan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa infrastruktur jalan berkontribusi positif pada delapan macam indikator pertumbuhan ekonomi, yaitu: (a) Jasa, (b) Transportasi dan Komunikasi, (c) Industri Pengolahan, (d) Pertambangan dan Penggalian, (e) Konstruksi/Bangunan, (f) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan,(g) Listrik, Gas, dan Air Bersih, serta (h) Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Walaupun demikian, kontribusi infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya infrastruktur pekerjaan umum yang lain.


Ananda Tri Dharma Yanti dkk (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan suramadu merupakan sebuah upaya dalam rangka memenuhi kebutuhan yang kompleks. Dampak kebijakan pembangunan jembatan suramadu terhadap sosial ekonomi masyarakat yakni bersifat positif dan negatif. Intervensi pemerintah dalam upaya menstimulasi peningkatan sosial maupun ekonomi di Madura pada khususnya yakni pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu (BPWS) dengan strategi dan kebijakan mengacu pada kondisi, nilai-nilai dan budaya madura sehingga tidak termajinalkan. Dalam hal ini peneliti memberikan evaluasi terhadap kebijakan pengembangan wilayah Jembatan Suramadu dengan hasil bahwa kebijakan tersebut belum maksimal.  


Hasil Penelitian Hubungan Sektor Tersier dengan Kesejahteraan Masyarakat



Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Soemardjan, 1977), pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan pada wilayah –wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata. Dengan adanya perkembangan industri pariwisata  di suatu wilayah, arus urbanisasi ke kota –kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak–pajak), aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya (Hartono, 1974). Keberadaan sektor pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak seperti pemerintah daerah sebagai pengelola, masyarakat yang berada di lokasi objek wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang. Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan ekonomi.


Hasil penelitian Cooper, et al (dalam Mansour Esmaeil Zaei, 2013) mengatakan bahwa manfaat utama pariwisata untuk wilayah atau negara adalah ekonomi karena menyediakan kesempatan bagi penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat dalam konteks internasional, nasional, tingkat regional dan lokal. Pariwisata juga bisa mendapatkan keuntungan ekonomi di suatu Negara atau daerah. Uang masuk ke daerah perkotaan dan pedesaan yang pada gilirannya merangsang bisnis baru perusahaan dan mempromosikan citra yang lebih positif di daerah





Sammeng (2001) kemudian menerangkan lapangan kerja yang tercipta oleh industri pariwisata dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu:

  1. Lapangan Kerja Langsung, adalah pekerjaan-pekerjaan yang tersedia pada jajaran industri pariwisata, misalnya: akomodasi dan catering, tours & travel, daya tarik dan fasilitas bisnis pariwisata. Pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa saja yang menyangkut lini garis depan, yakni petugas yang berhadapan langsung dengan wisatawan atau pekerjaan di “belakang layar”, misalnya: juru masak, petugas pembersih atau tugas-tugas lain yang tidak berhadapan langsung dengan wisatawan. Jadi yang tergolong lapangan kerja langsung (pariwisata) adalah semua pekerjaan yang tersedia untuk melayani wisatawan dalam perjalanan, misalnya: penyediaan transport wisata, pelayanan tempat menginap dan makan minum serta penyiapan sesuatu untuk dilihat atau dikerjakan oleh wisatawan (daya tarik wisata)
  2. Lapangan Kerja Tidak Langsung, adalah pekerjaan-pekerjaan yang tersedia pada pabrik, toko dan usaha-usaha lain yang diperlukan oleh pengusaha dan organisasi-organisasi pariwisata yang melayani langsung wisatawan. Lapangan kerja tidak langsung mencakup bidang yang sangat luas, yaitu mulai sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan sampai dengan sektor industri manufaktur dan industri jasa.
  3. Lapangan Kerja Induced, adalah lapangan kerja yang tercipta akibat dari pengeluaran orang-orang yang bekerja secara langsung atau tidak langsung pada industri pariwisata.

Adapun peran pembangunan kawasan wisata Jawa Timur Park 2 terhadap kondisi sosial masyarakat antara lain munculnya keramaian yang bisa memberikan tambahan pendapatan bagi pihak pengelola dan bagi warga sekitar yang membuka usaha bidang pariwisata karena jumlah pengunjung yang terus mengalami peningkatan. Selain itu, makin variatifnya dagangan yang ditawarkan juga menjadi pemicu banyaknya wisatawan yang mampir untuk berbelanja pada pedagang di sekitar lokasi wisata. Kemacetan dan juga mulai terganggunya aktifitas warga sehari-hari juga menjadi dampak yang muncul akibat adanya keramaian yang dipicu oleh banyaknya kunjungan wisatawan.


Berikutnya adanya pengaruh pembangunan pariwisata terhadap kondisi lingkungan sekitarnya yaitu kerusakan lingkungan yang terjadi karena penggunaan sumber daya alam untuk pembangunan sehingga menyebabkan perubahan iklim, banjir dan kepadatan yang mulai dirasakan warga. Kondisi sosial budaya juga terpengaruh secara langsung akibat adanya interaksi antara masyarakat lokal dengan wisatawan terutama yang menginap di homestay atau guest house, pengaruh yang dimaksud adalah dengan mulai bergesernya budaya lokal seperti cara berpakaian dan perilaku terutama yang mempengaruhi generasi muda di daerah tersebut.


Di samping itu, pembangunan pariwisata bisa memicu terjadinya kesenjangan sosial karena berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemilik modal yang bisa ikut serta dalam meramaikan pembangunan pariwisata melalui pembukaan usaha pariwisata. Namun beberapa warga masih mempertahankan mata pencaharian lama mereka untuk beternak dan bertani walaupun desanya telah mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kenaikan harga tanah yang tidak lagi bisa diakses warga lokal menjadikan sebagian tanah di sekitar lokasi wisata kini telah dimiliki oleh warga luar yang bukan warga asli.


M. Andri Hakim (2010) dalam penelitiannya mengenai dampak adanya jembatan Suramadu terhadap perekonomian masyarakat menyimpulkan bahwa potensi pariwisata, budaya dan industri rakyat madura dapat dijadikan potensi andalan Pulau Madura untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat selain itu sektor pertanian dan perkebunan perlu ditingkatkan sebagai penyangga industrialisasi kedepan, khususnya penggalakan tanaman tembakau sebagai tanaman idola masyarakat; Masyarakat Madura membutuhkan peningkatan kualitas sumber daya alam manusia dengan merealisasikan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk mempersiapkan dan menyongsong indsustrilalisasi kedepan, sehingga masyarakat Madura tidak hanya menjadi penonton dalam pembangunan; Pengembangan potensi pariwisata dan industri rakyat di kawasan pesisir sisi Surabaya tepatnya di kawasan Bulak dan Kenjeran dapat dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan yang tinggal bersinggungan dengan Jembatan Suramadu yaitu dengan pembangunan sentra industri hasil laut, peningkatan sarana penangkapan ikan dan penataan lingkungan nelayan sebagai wisata kuliner.


Berdasarkan hasil kajian teradap literature-literatur mengenai hubungan antara sektor primer menunjukkan adanya hubungan tidak langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Jika dilihat dari hasil penelitan dan data-data yang dimiliki oleh BPS menunjukkan bahwa pertanian dan industri manufaktur menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun. Hal tersebut karena ada kecenderungan dari pemerintah untuk menggenjot sektor lainnya terutama sektor tersier.



Semakin kecilnya kontribusi sektor ekonomi primer tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan pergeseran arah pembangunan ekonomi terutama secara nasional. Hasil penelitian Ignatia Rahana Sitanggang dan Nacrowi Djalal Nacrowi (2004). Sitanggal menunjukan bahwa; Struktur Ekonomi Indonesia secara Nasional mengalami perubahan  dari sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya. Akan tetapi berdasarkan propinsi, maka ada beberpa propinsi yang masih bertumpuh ada sektor pertanian seperti, propinsi Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Kalbar, Kalsel,Kalteng, Lampung, Maluku, Malut, NTB, NTT, Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulut, SumbardanSumut. Sedangkan Propinsi Bali, Banten, DIY, DKI jaya dan berapa propinsi lainnya sudah bertumpu pada sektor manufaktur,  sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor jasa dan sektor bangunan. Terjadi pergeseran  Penyerapan tenaga kerja antar sektor.


Margaret. MC. Milan, (2011) dengan judul penelitian Globalisasi, Pertumbuhan Ekonomi, Produktivitas dan Perubahan Struktur Ekonomi di Australia pada Jurnal terakreditasi Internasionl. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa; Terjadi perubahan Struktur ekonomi antara 2 sektor ekonomi yaitu sektor pertanian tradisional di desa (rural) ke sektor Industri modern di kota (urban), dengan melihat produktivitas antara 2 sektor, maka sektor industri lebih berkembang dibandingkan dengan sektor pertanian sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat.


Diferensiasi pengembangan perekonomian tersebut dimaksudkan untuk menangani tingkat kesejahteraan dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia saat ini. Pada umumnya tingkat kesejahteraan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Tingkat kesejahteraan sangatlah berpengaruh dengan tingkat perekonomian di suatu Negara. Dengan adanya pengangguran, maka produktivitas suatu Negara akan mengalami penurunan sehingga jumlah pendapatan nasional pun akan berkurang. Keterkaitan antara tingkat kesejahteraan dan jumlah pendapatan per kapita antara lain adalah ketika tingkat kesejahteraan tinggi maka pendapatan per kapita akan menurun dan sebaliknya bila tingkat kesejahteraan rendah pendapatan per kapita akan meningkat, dengan catatan pendapatan mereka yang masih bekerja tetap. Penting untuk disadari bahwa walaupun perekonomian berjalan pada kapasitas penuh, tingkat kesejahteraan tidak pernah nol, karena perekonomian bersifat dinamis. Perekonomian pasti terkait dengan pemerintahan suatu Negara. Peran pemerintah dalam hal ini sangatlah penting. Karena melalui kebijakan-kebijakan pemerintahlah masalah kesejahteraan dapat diminimalisasi.


Walaupun tidak ada hubungan langsung antara naiknya pendapatan nasional dengan tingkat kesejahteran warganya. Hal tersebut dapat dilihat pada data dimana pada tahun 2004-2005 pendapatan nasional mengalami kenaikan sebesar 1.875.817 ternyata diikuti pula oleh naiknya tingkat kesejahteraan sebesar 0,4% atau sebanyak 602.903 orang yang menganggur. Dan pada tahun 2005-2006 terjadi pula hal yang sama, dimana ketika pendapatan nasional mengalami kenaikan sebesar  2.015.588,30 diikuti pula dengan naiknya tingkat kesejahteraan sebesar 0.19% atau sebanyak 250.439 orang yang menganggur. Hal ini bisa terjadi karena kurang optimalnya penyerapan tenaga kerja yang ada.


Namun, tahun 2007 sampai 2009 pemerintah mulai mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja. Terbukti dengan adanya penurunan tingkat kesejahteraan yang disertai naiknya jumlah pendapatan nasional. Dimana pada tahun 2007-2008 pendapatan nasional mengalami kenaikkan sebesar 4.092.284,50 disertai turunnya tingkat kesejahteraan sebesar 1.29% atau sebanyak 1.120.327 orang yang mampu terserap. Dan pada tahun 2008-2009 Indonesia mampu mempertahankan keadaan ekonominya dimana pendapatan nasional terus meningkat namun tingkat kesejahteraan terus menurun. Walaupun secara konstitusional pemerintah wajib untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup, namun pada kenyataannya hingga saat ini tingkat kesejahteraan di Indonesia masih terbilang cukup tinggi.


DAFTAR PUSTAKA 

Adisasmita, Rahardjo. 2008. Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Ikrarmandiri Abadi.

Ikhsan. 2004. Hubungan Antara Infrastruktur dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan. LPEM

Depnakertrans, 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia, Majalah. Nakertrans Edisi-03 TH.XXIV-Juni.

Hakim, M Andri. Social & economic mapping sisi madura dan sisi surabaya dalam. Mendukung tata ruang SURAMADU, Jurnal

Hartono, 1974, Perkembangan Pariwisata Kesempatan Kerja dan Permasalahannya,. Jakarta: LP3ES

Margaret. MC. Milan. 2011. Globalization, Structural Change and Productivity Growth,” 2011. In Making Globalization Socially Sustainable, edited by Mark Bachetta and Marion Jansen, International Labor Organization, Geneva Switzerland.

Novitasari, Fika dan Sri Maryati. 2013. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Perkembangan Wilayah di Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota BSAPPK V3N2 | 287

Qomariah, Retna. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) Batubara Terhadap Kualitas Sumber Daya lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Banjar–Kalimantan Selatan  (tesis).  Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sammeng, Andi Mappi. 2001. Cakrawala Pariwisata. Jakarta: Balai Pustaka

Sibarani, Mauritz,H.M. 2002. Kontribusi Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (1983-1997), FE UI. Jakarta.

Sitanggang, Ignatia Rahana dan Nacrowi Djalal Nacrowi. 2004. Pengaruh Struktur Ekonomi pada penyerapan Tenaga Kerja Sektoral; Analisis model Demometrik di 30 Propinsi pada 9 sektor di Indonesia, jurnal terakreditasi nasional.

Semuel Risal, DB. Paranoan, Suarta Djaja (2013), http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/studipustaka/article/downloadSuppFile/1389/729

Semuel Risal, DB. Paranoan, Suarta Djaja (2013), Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Di Kelurahan Makroman, eJournal Administrative Reform,  2013, 1 (1): 117-131. 

Surawijaya, Gilang. 2011. Pengaruh Infrastruktur terhadap Prduk Domestik Regional Bruto (Studi Kasus: Provinsi Jawa Barat)

Syam Amiruddin dan Khairina M. Noekman. 2002. Kontribusi Sektor Pertanian Dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan dan perbandingannya dengan sektor-sektor lain, Vol. 3, No. 1 Februari 2003.

Tambunan, Tulus, 2006. Iklim Investasi di Indonesia: Masalah, Tantangan dan Potensi Jakarta: Kadin-Indonesia.

Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta.

Yanti, Ananda Tri Dharma., Dkk. Dampak Kebijakan Pembangunan Jembatan Suramadu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu, Jurnal 

Yusgiantoro, Purnomo. 2001. Kebijakan dan Strategis Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sektor Pertambangan Dan Energi, Makalah .

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2007. Neraca Gas Indonesia 2007-. 2015. Jakarta: Kementrian ESDM.

Zaei, Mansour Esmaeil dan Esmaeil Zae. 2013. The Impacts Of Tourism Industri On Host Community, European Journal of Tourism Hospitality and Research Vol.1, No.2, pp.12-21, September 2013

 http://musrenbangnas.bappenas.go.id/files/pramus/penutupan/PAK%20ZAINURI%20undip.pdf


Pendakian Gunung Lemongan

  Kali ini saya mendaki Gunung Lemongan yang berada di dua kabupaten yaitu Lumajang dan Probolinggo. Saya mengambil jalur Klakah - Lumajang ...